Selasa

Published 01:34 by admin

Mematahkan Mitos NEM, IPK dan Rangking

Ada 3 hal ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap "kesuksesan" yaitu: NEM, IPK dan rangking

Saya mengarungi pendidikan selama 22 tahun (1 tahun TK, 6 tahun SD, 6 tahun SMP-SMA, 4 tahun S1, 5 tahun S2 & S3)




Kemudian saya mengajar selama 15 tahun di universitas di 3 negara maju (AS, Korsel, Australia) dan juga di tanah air.
Saya menjadi saksi betapa "tidak relevannya ketiga konsep di atas" terhadap kesuksesan.

Ternyata sinyalemen saya ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Thomas J. Stanley yang memetakan 100 faktor yang berpengaruh terhadap *tingkat kesuksesan seseorang berdasarkan survey terhadap 733 millioner di US*

Hasil penelitiannya ternyata nilai yang baik (yakni NEM, IPK dan  rangking) *hanyalah faktor sukses urutan ke 30*

*Sementara faktor IQ pada urutan ke-21*
*Dan bersekolah di universitas/sekolah favorit di urutan ke-23.*

Jadi saya ingin mengatakan secara sederhana: Anak anda nilai raport nya rendah *Tidak masalah.*

NEM anak anda tidak begitu besar?
Paling banter akibatnya tidak bisa masuk sekolah favorit.
*Yang menurut hasil riset, tidak terlalu pengaruh terhadap kesuksesan*

*Lalu apa faktor yang menentukan kesuksesan seseorang itu ?*
Menurut riset Stanley berikut ini adalah *sepuluh faktor teratas yang akan mempengaruhi kesuksesan:*

1. *Kejujuran* (Being honest with all people)
2. *Disiplin keras* (Being well-disciplined)
3. *Mudah bergaul atau friendly* (Getting along with people)
4. *Dukungan pendamping* (Having a supportive spouse)
5. *Kerja keras* (Working harder than most people)
6. *Kecintaan pada yang dikerjakan* (Loving my career/business)
7. *Kepemimpinan* (Having strong leadership qualities)
8. *Kepribadian kompetitif* atau mampu berkompetisi (Having a very competitive spirit/personality)
9. *Hidup teratur* (Being very well-organized)
10. *Kemampuan menjual ide* atau kreatif / inovatif (Having an ability to sell my ideas/products)

Hampir kesemua faktor ini tidak terjangkau dengan NEM dan IPK.
Dalam kurikulum semua yg ditulis diatas itu dikategorikan sebagai *softskill.*
Biasanya peserta didik memperolehnya dari kegiatan di ekstra-kurikuler.

Prof Agus Budiono

sumber: group wa
Read More

Rabu

Published 19:35 by admin

Istri Saya China dan Tidak Cantik

Banyak sekali yg bertanya kepada saya, kenapa saya memilih istri china yg berparas tidak cantik sedangkan saya (menurut mereka) adalah orang yg memiliki kekayaan berlebih?

Seharusnya (menurut mereka) saya bisa mendapatkan istri yg “lebih” dari pada istri saya yg sekarang, priscilla chan.

Pertama-tama untuk menjawab pertanyaan itu, saya ingin membahas apa itu wanita cantik?
dan apa itu wanita tidak cantik?
Jujur, saya sendiri mempunyai banyak kesempatan bertemu wanita-wanita cantik, banyak dari mereka yang mau sekali menjadi istri saya, tetapi apa yg disebut “wanita cantik” itu kebanyakan berhati seperti kaca, teramat rapuh.
Kalau sedang sakit manjanya seperti seorang putri raja, serta angkuh, sombong, dan juga akan selalu bertanya kepada saya kenapa sudah begitu kaya tapi tak mau ganti mobil?
Saya tau tujuan mereka ingin menjadi istri saya adalah utk pamer di lingkungan jet set, setelah itu akan lebih banyak lagi tuntutannya sebagai istri orang kaya.
Wanita demikian meski secantik bagaimanapun, kalau hatinya hanya bisa menuntut, tetap kelihatan jelek, jiwanya juga kotor.
Wanita seperti itulah baru dikatakan sebagai wanita jelek, diberikan gratis pun saya tidak mau!
“Kecantikan di luar akan berkurang nilainya seiring bertambahnya umur, tapi kecantikan dari dalam akan bertambah nilainya seiring bertambahnya umur” begitulah pepatah cina mengatakan, maka dari itu saya berusaha menghindari utk bersentuhan dengan benda yg secara cepat turun nilainya.
Kemudian dari mereka muncul pertanyaan lain, apa yg saya sukai dari priscilla chan, isteri saya?
“Raut wajah seorang wanita adalah cerminan hatinya” senyumnya selalu memukau saya.
Sejak hamil, Priscilla sama sekali mengabaikan perubahan yg terjadi pada raut mukanya akibat kehamilannya, tetap berpakaian sederhana, tanpa dandan, tapi justru kebahagiaannya saya rasakan sepenuhnya dan juga terlihat kepada orang lain.
Saya suka kesederhanaannya.
Saya suka penampilannya.
Priscilla adalah sosok wanita bersemangat tapi bijak, berani tapi penuh kasih, berjiwa pemimpin tapi juga bisa mendukung orang lain.
Saya menyukai semua hal saat bersamanya, saya merasa sangat nyaman & tenang.
Saya sama sekali tidak merasa Priscilla memanfaatkan saya atau bermegah atas saya. Selain memiliki kecerdasan intelektual yg tinggi, dia juga punya kecerdasan emosi yg tinggi, jangan lupa bahwa Priscilla merupakan lulusan jurusan kedokteran Harvard University.
Anda bisa coba tes masuk universitas tsb, jurusan hukum, kedokteran, ekonomi adalah jurusan yang jadi rebutan orang-orang, meski lulus tes masuk belum tentu anda bisa lulus dengan baik.
Jadi sebenarnya kalau mau dibilang pamer, lebih tepat saya yg pamer atas priscilla, bukan sebaliknya.
“Perkawinan ibarat sepasang sepatu, hanya pemakainya yg tau sepatunya nyaman dipakai atau tidak” Priscilla paling cocok buat saya, dan saya merasa priscilla adalah pasangan yang paling ideal di muka bumi ini.
Dulu saya berkenalan dengan Priscilla saat antrian di toilet. Di matanya, saya hanyalah seorang kutu buku, tidak lebih. Mulai saat itu saya berkata dalam hati saya “Inilah jodoh saya”
Di mata kalian, Priscilla adalah wanita tidak cantik, tapi di mata saya, dia adalah wanita cantik dan paling serasi dengan saya.

Saya tidak bisa menahan diri memamerkan foto saya dengan Priscilla yang begitu berbahagia. Dalam foto nampak saya dan priscilla begitu damai & alami.
” SEDERHANA ITU INDAH”
Mark Zuckerberg (pendiri FACEBOOK)

Read More
Published 23:17 by admin

Coronaphobia dan Psikosomatis Covid-19

Saya dihubungi beberapa calon klien yang minta waktu jumpa saya untuk menjalani sesi terapi. Kata mereka ini kondisi mendesak dan minta agar mereka bisa segera jumpa saya.



Saya tanya, apa masalahnya, ternyata mereka rata-rata mengalami perasaan takut, cemas, yang berakibat pada kondisi pikiran tidak tenang, hati tidak damai, dan sulit tidur.

Saya tanya lagi, mulai kapan gangguan emosi ini muncul atau mereka alami, hampir semua menjawab mereka mengalami kecemasan tinggi sejak ramai diberitakan tentang virus corona (Covid-19).

Bahkan ada tiga calon klien yang mengaku mengalami gejala serupa dengan Covid-19 seperti flu, batuk kering, tenggorokan sakit, dan demam.

Saya tanya lagi, apakah mereka ada keluar rumah, ke tempat ramai, kumpul-kumpul sama teman, bersalaman atau berdekatan dengan orang yang mengalami Covid-19 atau orang dalam pengawasan, dan semua menjawab tidak.

Mereka bahkan mengatakan bahwa sudah dua minggu lebih mereka tidak ke mana-mana, hanya istirahat dan melakukan kegiatan dari rumah.

Saya tanya lagi, apakah mereka rutin atau sering baca informasi atau berita, baik itu dari media massa seperti televisi, surat kabar, atau dari media sosial, terutama dari grup percakapan seperti WA atau Telegram, dan mereka semua menjawab ya. Sekarang jelas duduk persoalan dan akar masalahnya.

Saya mohon maaf karena belum bisa jumpa mereka. Saat ini saya dan semua hipnoterapis AWGI, untuk sementara waktu, berhenti total melakukan terapi. Ini untuk kebaikan bersama dan mematuhi himbauan pemerintah untuk melakukan social/physical distancing untuk meredam penyebaran Covid-19.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini?

Saya beri mereka beberapa saran dan masukan. Pertama, mereka berhenti total membaca atau mencari informasi atau meneruskan informasi terkait Covid-19.

Tidak ada gunanya untuk hidup mereka dengan mengetahui sudah berapa banyak orang yang terkena Covid-19, berapa yang meninggal, dan berapa yang sembuh.

Saya minta mereka berhenti total membaca atau mencari informasi atau meneruskan informasi terkait Covid-19 minimal selama dua minggu dan setelahnya mereka bisa beri laporan perkembangan yang dialami.

Kedua, saya sarankan mereka untuk banyak membaca buku-buku positif, nonton film atau video yang lucu, karaoke, senam atau olahraga, rileksasi atau meditasi, berdoa, atau apa saja yang positif dan bisa membuat pikiran dan perasaan mereka tenang dan bahagia.

Cukup sudah kita menebar dan menyebar informasi terkait virus corona (Covid-19) di media sosial dan grup percakapan seperti WA atau Telegram yang justru semakin menguatkan berbagai emosi negatif seperti takut, khawatir, cemas, merasa tidak berdaya, dll.

Sekarang waktunya kita melawan virus corona (Covid-19) dengan berpikir positif dan merasakan emosi positif, mengirimkan vibrasi positif untuk diri sendiri dan lingkungan, menyebar informasi yang sifatnya meneduhkan, menenangkan untuk kebaikan diri sendiri dan bersama.

Lalu, bagaimana sampai orang mengalami psikosomatis Covid-19?

Informasi masuk ke pikiran bawah sadar melalui lima jalur:

1. Otoritas : informasi, benar atau salah, yang disampaikan oleh figur otoritas pasti dengan mudah masuk dan diterima oleh pikiran bawah sadar (PBS) sebagai kebenaran.

2. Emosi : setiap informasi yang diterima individu, bila disertai emosi intens, baik positif atau negatif, akan dicatat oleh PBS sebagai sesuatu yang penting.

3. Repetisi : informasi serupa bila terus diulang, dilihat, dibaca, dibicarakan, diingat, dibayangkan, atau didengarkan pasti masuk ke memori PBS.

4. Identifikasi Kelompok: saat informasi ini diterima atau dinyatakan benar oleh satu kelompok atau komunitas, setiap anggota kelompok ini menerimanya sebagai kebenaran.

5. Relaksasi pikiran : saat pikiran rileks, sore atau malam hari saat mau tidur, atau pagi hari saat baru bangun tidur, bila kita membaca, mendengar, menonton tayangan atau informasi tertentu, informasi ini langsung masuk ke PBS tanpa bisa disaring oleh faktor kritis pikiran sadar.

Informasi tentang Covid-19, benar atau salah, yang telah terekam di PBS, tidak akan pernah bisa hilang. Informasi ini akan terus ada di memori sampai dilakukan upaya secara sadar untuk mengganti informasi ini dengan informasi lain.

Semakin seseorang membaca dan mengingat gejala-gejala Covid-19, semakin ia mengulang memunculkan informasi ini di pikirannya, semakin kuat informasi ini jadinya, dan semakin ia terpengaruh. Ia menjadi semakin cemas dan takut.

Disadari atau tidak, ia akan memeriksa kondisi fisiknya, apakah ada gejala yang sama atau menyerupai Covid-19. Ini sesungguhnya adalah hal yang wajar karena semua orang pasti ingin selamat, ingin tetap hidup. Dan fungsi utama PBS adalah melindungi dan menjaga keselamatan hidup kita.

Semakin ia melakuan pengecekan, semakin PBS mendapat informasi bahwa ini adalah sesuatu yang penting. Dan sesuai hukum pikiran, apa yang menjadi fokus pasti bertumbuh dan menguat. Ini menjadi semakin kuat saat dilandasi emosi negatif intens.

Akhirnya, PBS memunculkan simtom atau gejala yang sama atau serupa dengan gejala Covid-19. Saat ini terjadi, individu menjadi semakin cemas, takut, panik, dan gejalanya menjadi semakin nyata, semakin kuat.

Semakin ia cemas atau takut, semakin stres ia, semakin banyak hormon stres diproduksi oleh tubuhnya, dan semakin tertekan kerja sistem imun, dan semakin besar kemungkinan ia jatuh sakit, semakin besar risikonya bila ia benar-benar terpapar virus corona.

Virus corona belum tentu mengenai semua orang. Namun saat ini hampir semua orang sudah tertular virus pikiran yang membuat mereka cemas, khawatir, takut, paranoid.

Sekarang saatnya kita bangkit bersama melawan virus corona. Lakukan apapun yang bisa kita lakukan untuk menghambat kemungkinan virus corona semakin tersebar.

Dan berlakulah CERDAS dan BIJAK. Sebarkan hanya berita-berita positif. SARING sebelum SHARING.


Ditulis oleh: DR DR Adi W Gunawan, ST.,MPd.,CCH
Read More