Minggu

Published 05:00 by admin

Manusia "amfibi" Menjadi Karyawan Juga Pengusaha

Sering menjumpai seorang berstatus karyawan sebuah perusahaan, namun pada saat yang sama juga memiliki usaha alias berstatus pengusaha. “Sebaiknya apa yang saya lakukan, saya bingung diantara dua hal ini: bekerja sebagai karyawan atau menjadi pengusaha?”.

Bukan tidak mungkin hal tersebut kita jumpai di masyarakat kita. Bisa disebut sebagai manusia "amfibi" yang hidup di dua dunia yaitu sebagai karyawan juga sebagai pengusaha. Waktunya dibagi sebagai karyawan dan pengusaha. Bukan pengusaha tulen. Bukan pula 100% karyawan.
Pertanyaan seperti di atas, biasanya muncul pada anak-anak muda yang masih sangat tergantung pada gaji untuk menopang hidupnya sehari-hari namun memiliki semangat wirausaha. Usianya yang muda membuatnya mampu bekerja siang malam nyaris tanpa lelah. Atau bisa juga pertanyaan itu muncul dari karyawan senior yang ingin berwirausaha, sudah mencoba, namun ketergantungannya pada gaji membuatnya takut melangkah penuh menjadi pengusaha.
Berikut pendapat pribadi saya dan sebagian sudut pandang Nukman Lutfi terhadap kondisi tersebut, mari kita simak:
Pertama: Hidup sebagai amfibi itu kurang optimal
Bagaimana pun, waktu itu hanya 24 jam sehari. Seorang karyawan yang baik, sedikitnya mencurahkan 8 jam sehari demi kemajuan perusahaan yang memberinya lapangan kerja dan menggajinya dengan baik. Mereka yang bekerja dengan baik, biasanya cukup lelah selama kerja, sehingga waktu di luar jam kerja dimanfaatkan betul untuk istirahat, menikmati hiburan dan bersosialisasi.
Karyawan yang baik tidak akan mencuri waktu kerjanya untuk hal-hal di luar kebutuhan kerja, baik untuk mengurusi bisnisnya sendiri atau mengerjakan pekerjaan lain yang biasanya disebut sebagai moonlighting.
Sebaliknya, pengusaha menghabiskan 24 jam sehari untuk  membangun dan membesarkan usahanya. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur, nafasnya adalah mengembangan usaha.
Maka mereka yang hidup di dua dunia ini akhirnya akan lelah sendiri dengan dua risiko: prestasinya sebagai pekerja tidak akan istimewa dan bisnisnya pun sulit berkembang.
Kedua: Sulit mencari amfibi yang sukses
Sampai hari ini saya kesulitan menemukan sosok sukses seorang amfibi. Jauh lebih mudah menemukan pengusaha yang berhasil atau karyawan yang berprestasi. Alasan pertama di atas menjadi penyebab utamanya. Sulit berhasil dan berprestasi di dua dunia yang memerlukan pemikiran dan perhatian optimal.
Oleh karena itu, kepada para karyawan/pengusaha amfibi, saya menyarankan:
Satu: kalau bisa, keluarlah dari status amfibi dan menjadi karyawan atau pengusaha tulen
Dengan menjadi yang tulen, potensi kita untuk menjadi karyawan berprestasi akan jauh lebih besar. Banyak contoh karyawan berprestasi yang bisa hidup mapan dan bahagia.
Dengan menjadi tulen pula, potensi dan peluang kita membesarkan usaha terbuka semakin luas. Banyak contoh seorang yang semula karyawan dan memutuskan sepenuhnya menjadi pengusaha dan kini menuai sukses.
Dua: tetapkan waktu kapan menjadi karyawan atau pengusaha tulen
Bagi yang sudah bertahun-tahun menjadi amfibi, memang sulit untuk memutuskan menjadi tulen. Untuk mempermudahnya, tetapkan waktu kapan untuk menjadi tulen,  misalnya paling lama setahun dari sekarang. Dengan demikian kita dapat membuat perencanaan matang keluar dari kungkungan amfibi.
Ketiga: bila terpaksa menjadi manusia "amfibi" lakukan dengan sangat bijaksana
Kadangkala rencana jauh berbeda dengan realita, sehingga kita wajib menyikapinya dengan bijaksana. Bila memang sulit melepaskan status amfibi maka lakukan dengan ekstra hati-hati. Pilihlah bisnis yang sudah autopilot dimana tidak membutuhkan kehadiran kita karena sudah ada tim yang melakukannya. Tanpa mecuri-curi waktu dan perhatian sebagai karyawan. Jadilah karyawan yang diatas rata-rata dimana berskonstribusi terhadap kemajuan perusahaan.
Read More