VIVAnews - Bagi sebagian orang, menyantap makanan tanpa kehadiran kerupuk terasa kurang. Makanan kecil renyah yang menjadi teman bersantap ini bila ditekuni, mendatangkan keuntungan tak sedikit.
Dari usaha kerupuk, H Badrun (50), berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana.
Sejak berusia 10 tahun, Badrun sudah bekerja di sebuah perusahaan kerupuk di Semarang mengikuti seorang majikan. Badrun hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas dua Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun, selain bekerja di rumah diperbolehkan untuk ke perusahaan kerupuk.
Lima tahun Badrun belajar bisnis kerupuk. Mulai pengolahan bahan baku, produksi, hingga pemasaran semua dipelajari. Sehingga timbul keinginan Badrun membuat usaha kerupuk sendiri.
Pada 1979, saat berusia 20 tahun, Badrun memulai usahanya dan pindah ke Kudus. Bersama istrinya, dia pindah ke Kecamatan Jati. Bermodalkan beberapa ekor sapi, hasil kerjanya, bersama istri dan satu orang pekerja ia mulai merintis usahanya.
Badrun dan istrinya sendiri yang menawarkan aneka kerupuk matang ke warung dan toko. Sedangkan kerupuk mentah sebagian ia jual ke pasar atau dititipkan ke warung-warung.
Beberapa bulan berjalan, usaha berkembang dari rumah kontrakan menjadi pabrik kerupuk. Kini usahanya mempekerjakan 100 orang di bagian produksi, hingga pemasaran. Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah kini terkenal sebagai basis pembuatan berbagai jenis kerupuk.
Usai tiga dasawarsa, omzetnya kini beranak pinak. Badrun bisa meraih omzet Rp 150 juta atau Rp 1,8 miliar per tahun. Setelah malang melintang di sebagai produsen kerupuk, Badrun merambah usaha lainnya. Pria yang juga menyekolahkan semua anak-anaknya hingga perguruan tinggi ini memasok bahan baku kerupuk seperti tepung tapioka kepada produsen lainnya.
Untuk memenangkan persaingan dengan tumbuhnya industri kerupuk, Badrun punya strategi sendiri. Dengan memasok bahan baku ke produsen lain membuat produsen bergantung kepadanya. Jika pesaingnya tak mau, dia akan mendirikan pabrik di dekat pabrik kerupuk tersebut.
Sampai kini, Badrun memiliki 30 cabang seperti dari Jakarta, Jawa Barat hingga ke Jawa Tengah. Pemasaran utama kerupuknya adalah kota seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bekasi, Tangerang, Cikampek, Banten, Purwakarta, Cirebon, Pemalang, Pekalongan, Brebes, Blora , Semarang, Rembang, dan Ngawi.
Setiap cabang ia percayakan kepada karyawan. Sedangkan pembukuan dan administrasi dipegang oleh anak-anaknya. Sejak 1990an, ia menjalankan usahanya di bawah kendali UD Ban.
Meskipun bisnisnya menggurita di berbagai kota, Badrun tak mau lengah soal kualitas. Sebagai pemain yang sudah 30 tahun bergelut dengan bisnis kriuk-kriuk ini, bagi Badrun kualitas terbaik merupakan kunci kepercayaan konsumen.
Ia tetap memilih bahan baku berkualitas seperti tapioka, terasi, dan garam. Badrun memodifikasi oven yang dipakai saat cuaca hujan, sehingga penjemuran tetap terjaga.
Setelah Pulau Jawa, ia kini tengah melebarkan usaha hingga ke Timur Indonesia. Bermacam jenis kerupuk mentah hasil produksinya kini juga bisa diperoleh di Kalimantan dan Papua. hadi.suprapto@vivanews.com
Read More
Dari usaha kerupuk, H Badrun (50), berhasil menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana.
Sejak berusia 10 tahun, Badrun sudah bekerja di sebuah perusahaan kerupuk di Semarang mengikuti seorang majikan. Badrun hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas dua Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun, selain bekerja di rumah diperbolehkan untuk ke perusahaan kerupuk.
Lima tahun Badrun belajar bisnis kerupuk. Mulai pengolahan bahan baku, produksi, hingga pemasaran semua dipelajari. Sehingga timbul keinginan Badrun membuat usaha kerupuk sendiri.
Pada 1979, saat berusia 20 tahun, Badrun memulai usahanya dan pindah ke Kudus. Bersama istrinya, dia pindah ke Kecamatan Jati. Bermodalkan beberapa ekor sapi, hasil kerjanya, bersama istri dan satu orang pekerja ia mulai merintis usahanya.
Badrun dan istrinya sendiri yang menawarkan aneka kerupuk matang ke warung dan toko. Sedangkan kerupuk mentah sebagian ia jual ke pasar atau dititipkan ke warung-warung.
Beberapa bulan berjalan, usaha berkembang dari rumah kontrakan menjadi pabrik kerupuk. Kini usahanya mempekerjakan 100 orang di bagian produksi, hingga pemasaran. Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah kini terkenal sebagai basis pembuatan berbagai jenis kerupuk.
Usai tiga dasawarsa, omzetnya kini beranak pinak. Badrun bisa meraih omzet Rp 150 juta atau Rp 1,8 miliar per tahun. Setelah malang melintang di sebagai produsen kerupuk, Badrun merambah usaha lainnya. Pria yang juga menyekolahkan semua anak-anaknya hingga perguruan tinggi ini memasok bahan baku kerupuk seperti tepung tapioka kepada produsen lainnya.
Untuk memenangkan persaingan dengan tumbuhnya industri kerupuk, Badrun punya strategi sendiri. Dengan memasok bahan baku ke produsen lain membuat produsen bergantung kepadanya. Jika pesaingnya tak mau, dia akan mendirikan pabrik di dekat pabrik kerupuk tersebut.
Sampai kini, Badrun memiliki 30 cabang seperti dari Jakarta, Jawa Barat hingga ke Jawa Tengah. Pemasaran utama kerupuknya adalah kota seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Sukabumi, Cianjur, Bekasi, Tangerang, Cikampek, Banten, Purwakarta, Cirebon, Pemalang, Pekalongan, Brebes, Blora , Semarang, Rembang, dan Ngawi.
Setiap cabang ia percayakan kepada karyawan. Sedangkan pembukuan dan administrasi dipegang oleh anak-anaknya. Sejak 1990an, ia menjalankan usahanya di bawah kendali UD Ban.
Meskipun bisnisnya menggurita di berbagai kota, Badrun tak mau lengah soal kualitas. Sebagai pemain yang sudah 30 tahun bergelut dengan bisnis kriuk-kriuk ini, bagi Badrun kualitas terbaik merupakan kunci kepercayaan konsumen.
Ia tetap memilih bahan baku berkualitas seperti tapioka, terasi, dan garam. Badrun memodifikasi oven yang dipakai saat cuaca hujan, sehingga penjemuran tetap terjaga.
Setelah Pulau Jawa, ia kini tengah melebarkan usaha hingga ke Timur Indonesia. Bermacam jenis kerupuk mentah hasil produksinya kini juga bisa diperoleh di Kalimantan dan Papua. hadi.suprapto@vivanews.com